M K : ETIKA PROFESI AKUNTAN (
SOFTSKILL )
TUGAS : MENCARI 5 PRINSIP AKUNTAN ( 1
KELOMPOK 1 PRINSIP )
JUDUL : PRINSIP
KERAHASIAAN DALAM KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
DAN PERBANDINGANNYA DENGAN KODE ETIK
PROFESI BANKIR
KELOMPOK : 1. KARINA AYU KINANTI ( 2A211477 )
2. SHERLY ARIANTI ( 24209485 )
3. APRIANI REJEKI ( 23209550 )
Seorang
akuntan dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh informasi tentang atau
dari kliennnya. Seringkali informasi yang diperoleh ini tidak boleh diketahui
(rahasia) oleh pihak lain, karena dapat merugikan kepentingan kliennya.
Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Seorang
akuntan harus menyadari mengenai tugas menjaga kerahasiaan tersebut, dan tidak
memanfaatkan informasi yang bersangkutan bagi kepentingan pribadinya maupun
pihak lain.
Akuntan
harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Akuntan
mempunyai kewajiban untuk memastikan staf di bawah pengawasannya dan
orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip
kerahasiaan.
Kerahasiaan
tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga
mengharuskan staf yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional
tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan
pribadi atau keuntungan pihak ketiga
Akuntan
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi klien atau pemberi
kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban
kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien pemberi
kerja berakhir
Akuntan
yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia tentang penerima jasa tidak
boleh mengungkapkannya kepada publik. Karena itu akuntan tidak boleh membuat
pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain.
Hal ini tidak berlaku untuk pengngkapan informasi dengan tujuan memenuhi
tanggung jawab berdasarkan standar profesional.
Contoh
hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi
rahasia dapat diungkapkan :
- Apabila pengungkapan dijinkan. Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketida yang kepentingannnya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan.
- Pengungkapan diharuskan oleh hukum, misal untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum dan untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik
- Ketika ada kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkannya. Misal :m untuik mematuhi standar teknis dan aturan etika, melindungi kepentingan profesioanl anggota dalam persidangan, mentaati penelaahan mutuiu atau penelaahan sejawat IA atau bada profesioanl lainnya, menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur
Kerahasiaan
dalam kode Etik Profesi Bankir
Bank
sebagai suatu lembaga yang melindungi dana nasabah juga berkewajiban menjaga
kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan
nasabah. Dan sebaliknya masyarakat yang mempercayakan dananya untuk dikelola
oleh bank juga harus dilindungi terhadap tindakan yang semena-mena yang
dilakukan oleh bank yang dapat merugikan nasabahnya. Hal ini sangat dibutuhkan
karena sebagai lembaga keuangan, bank harus mendapat kepercayaan dari
masyarakat, dan kepercayaan dari masyarakat tersebut akan lahir apabila semua
data hubungan masyarakat dengan bank tersebut dapat tersimpan secara rapi atau
dirahasiakan.
Hal
demikian membawa konsekuensi kepada bank, yaitu bank memikul kewajiban untuk
menjaga kerahasiaan tersebut, sebagai timbal balik dari kepercayaan yang
diberikan masyarakat kepada bank selaku lembaga keuangan atau sumber dana
masyarakat. Sebagai suatu badan usaha yang dipercaya oleh masyarakat untuk
menghimpun dana masyarakat, sudah sewajarnya bank memberikan jaminan
perlindungan kepada nasabah yang berkenaan dengandananya kepada bank tetapi
juga dari sistem moneter yang menyangkut kepentingan semua anggota masyarakat
yang bukan hanya nasabah penyimpan dana dari bank itu saja.
Prinsip
kerahasian bank bertujuan agar bank menjalankan usahanya secara baik dan benar
mematuhi ketentuan - ketentuan dan norma hukum yang berlaku dalam dunia
perbankan,agar bank yang melakukan usahanya menjaga kerahasian
nasabahnya,sehingga masyarakat semakin percaya kepada bank dan membawa dampak
semakin meningkatnya keinginan masyarakat untuk mempergunakan jasa perbankan
didalam kegiatan usahanya serta kebutuhan sehari – hari.
Prinsip
kerahasian bank ini telah diatur di dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992
yang kemudian diubah oleh Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjadi
acuan bagi perbankan di negara Indonesia. Jika dilihat bahwa peraturan atau
norma hukum itu tidak lahir dengan sendirinya,tetapi dilatar belakangi oleh
dasar – dasar filosofi yang disebut dengan asas hukum. Sehingga untuk mengerti
norma hukum kita harus mengetahui asas – asas hukum itu.
Sadjipto
Raharjo mengatakan bahwa barang kali tidak berlebihan apabila dikatakan atas
hukum merupakan “ jantungnya” peraturan hukum. Karena itu ia merupakan landasan
yang luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan
hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas – asas hukum itu.
Asas
kerahasian adalah asas yang mengharuskan dan mewajibkan bank merahasiakan
segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain – lain dari nasabah
bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini
adalah untuk kepentingan bank sendiri,karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat menyimpan uangnya di bank dan masyarakat hanya mempercayakan uangnya
pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila bank menjamin bahwa tidak akan
ada penyalahgunaan pengetahuan bank tentang simpanannya. Dalam Undang – Undang
Nomor 7 Tahun 1992 rahasia bank meliputi keadaan keuangan nasabah penyimpan
dana dan nasabah debitur,sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998
membatasi rahasia bank hanya tentang keadaan nasabah penyimpan dana saja.
Dengan demikian bank harus memegang teguh rahasia bank.
Di
Indonesia pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960
dengan keluarnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor. 23 tahun
1960 tentang rahasia bank. Pengaturan rahasia bank selanjutnya mengalami
perubahan dari waktu ke waktu yang dapat dikelompokan menjadi 2 bagian :
1. Pengertian
rahasia bank yang hanya meliputi keterngan mengenai nasabah penyimpan dana dan
simpanannya saja. Pengertian ini sangat terbatas dan berlaku sejak 10 November
1998 dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
undang-undang perbankan.
2. Pengertian
rahasia bank meliputi keterangan-keterangan mengenai keadaan keuangan dan
lain-lain dari segala macam nasabah yang hanya menggunakan jasa bank.
Pengertian ini sangat luas meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
nasabah dan diterapkan dalam ketentuan yang berlaku dari tahun 1960 sampai
tanggal 10 November 1998 dengan lahirnya undang-undang nomor 10 tahun 1998.
Pengertian
rahasia bank dalam undang-undang Nomor 7 1992 yang dimuat Pasal 1 ayat 16
mengatakan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini kemudian diubah dengan pengertian
baru oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang mengatakan bahwa Rahasia Bank
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan ketentuan mengenai nasabah
menyimpan dan penyimpan.
Mengenai
sifat rahasia bank,ada dua teori yang dikemukakan,yaitu teori yang mengatakan
rahasia bank yang bersifat mutlak (absolute theory) dan yang
mengatakan bersifat relatif (relative theory). Teori ini
masing-masing berpegang pada alasan atau argumentasinya. Adapun dua teori
mengenai kekuatan berlakunya asas rahasia bank,yaitu :
1.
Teori mutlak (Absolute Theory)
Menurut
teori ini rahasia bank bersifat mutlak. Semua keterangan mengenai nasabah dan
keuangannya tercatat di bank wajib dirahasiakan tanpa pengecualian dan
pembatasan. Dengan alasan apapun dan oleh siapapun kerahasiaan mengenai nasabah
dan keuangannnya tidak boleh dibuka(diungkapkan). Apabila terjadi pelanggaran
terhadap kerahasian tersebut,bank yang bersangkutan harus bertanggung jawab
atas segala akibat yang ditimbulkannya.
Keberatan
terhadap teori mutlak adalah terlalu individulis,artinya hanya mementingkan hak
individu (perseorangan). Disamping itu teori mutlak juga bertentangan dengan
kepentingan negara atau masyarakat banyak dikesampingkan oleh kepentingan
individu yang merugikan negara atau masyarakat banyak. Teori mutlak ini
terutama dianut oleh negara swiss sejak tahun 1934. Sifat rahasia bank tidak
dapat diterobos dengan alasan apapun. Hal ini dapat dilihat di undang-undang
Pemerintah Swiss No.47 mengenai “Perbankan dan bank Tabungan”november 1934.
Dengan demikian para koruptor atau pedagang narkotika kelas kakap didunia
merasa aman menyimpan hasil uang kejahatannya di bank-bank Swiss. Salah satu
contoh pelaku yang melakukan teori mutlak tentang kerahasiaan bank di bank-bank
Swiss adalah mantan Presiden Ferdinand Marcos dari Filiphina,dan gembong
narkotika Dennis Levine.
Ketatnya
rahasia bank dilaksanakan di Swiss,mengakibatkan beberapa Negara tidak dapat menjangkau
uang hasil kejahatan warga negaranya yang merugikan negara dan masyarakat
banyak,yang disimpan di bank-bank Swiss. Oleh karena itu teori mutlak dianut
oleh negara swiss mendapat reaksi keras dari beberapa negara yang
kepentingannya dirugikan. Sebagi contoh adalah kasus gugatan Pemerintah Amerika
Serikat melalui Stock Exchange Commission ( SEC) kepada semua bank di swiss
sehubungan dengan penampungan dana hasil insider trading yang
disimpan dibeberapa bank di swiss. Agar bank-bank yang bersangkutan membuka
rahasia keuangan nasabahnya.
Ternyata
rahasia bank yang bersifat mutlak itu dapat dikompromikan. Sifat mutlak ini
telah ditinggalkan oleh bank-bank di swiss sejak tahun 1991 dengan menghapuskan
nama samaran dari kode rekening nasabah yang terkenal dengan “formulir B”,yang
harus diganti dengan nama aslinya melalui pendaftaran ulang. Jika para nasabah
yang bersangkutan tidak mendaftar ulang,mereka harus menutup rekeningnya.
2. Teori
Relatif ( Relative Theory )
Mengenai
teori ini bank bersifat relatif ( terbatas). Semua keterangan tentang nasabah
dan keuangannya yang tercatat dibank wajib dirahasiakan. Namun bila ada
alasan yang dapat dibenarkan oleh undang-undang,rahasia bank mengenai keuangan
nasabah yang bersangkutan boleh dibuka ( diungkapkan ) kepada pejabat yang
berwenang,misalnya pejabat perpajakan,pejabat penyidik tindak pidana ekonomi.
Keberatan
terhadap teori relatif adalah rahasia bank masih dapat dijadikan perlindungan
bagi pemilik dana yang tidak halal, yang kebetulan tidak terjangkau oleh aparat
penegak hukum ( low enforcer ) karena tidak terkena penyidik. Dengan
demikian dana tetap aman,tetapi teori relatif sesuai dengan rasa keadilan
(sense ofjustice),artinya dalam kepentingan negara atau kepentingan masyarakat
tidak dikesampingkan begitu saja. Apabila ada alasan sesuai dengan prosedur
hukum maka rahasia keuangan nasabah bloeh dibuka (diungkapkan). Dengan
demikian,teori relatif melindungi kepentingan semua pihak baik
individu,masyarakat,maupun negara. Teori relatif dianut oleh negara-negara pada
umumnya antara lain Amerika Serikat,Belanda,Malaysia,Singapura,Indonesia.
Rahasia bank berdasarkan teori relatif diatur undang-undang Nomor 7 tahun 1992
sebagaimana telah diubah oleh undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
perbankan.
Secara
umum kerahasiaan berkaitan dengan kepercayaan,karena itu pula rahasia bank
diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah
penyimpan. Mengingat kerahasiaan bank tersebut utamaannya untuk menjaga
kepercayaan nasabah penyimpan sehingga tidak berlebihan apabila Bank Indonesia
dalam pengaturan rahasia bank,menentukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 2
ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia
Bank,bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan bukan merupakan
keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank.
Selain
itu didalam Undang – Undang Perbankan Indonesia dalam pengaturan kerahasian
bank tidak secara mutlak untuk menutupi informasi dan data yang ada untuk
kalangan pihak tertentu. Dari ketentuan larangan pembukaan rahasia bank menurut
ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan tersebut dapat dikecualikan beberapa kondisi tertentu. Dengan
demikian Indonesia menganut teori nisbi,yaitu bahwa pemberian data dan
informasi yang menyangkut kerahasian bank kepada pihak lain dimungkinkan dengan
alasan tertentu. Tetapi mengenai pihak yang harus menyimpan rahasia karena profesi
dan pekerjaannya hampir sama ketentuannya dengan Swiss yaitu menyangkut semua
pihak yang berhubungan dengan kegiatan bank. Kata ” kecuali” dalam pasal 40
ayat (1) ini merupakan pembatasan terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai
keterangan yang disebutkan dalam pasal – pasal yang dikecualikan itu,bank boleh
mengungkapkannya / tidak.
Mengenai
kemungkinan perobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
adalah :
Untuk kepentingan peradilan
pidana
Untuk kepentingan tukar
menukar informasi antar bank ( dirahasiakannya ).
Untuk kepentingan piutang
bank
Untuk kepentingan
perpajakan,penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara dan kepentingan peradilan dalam perkara pidana,wajib
terlebih dahulu memperoleh perintah atau ijin tertulis untuk membuka rahasia
bank dari Pimpinan Bank Indonesia,sedangkan untuk kepentingan peradilan dalam
perkara perdata antara bank dengan nasabahnya,tukar menukar informasi antar
bank, permintaan,persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat
secara tertulis,permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang
telah meninggal dunia,tidak memerlukan perintah atau ijin tertulis untuk
membuka rahasia bank dari Pimpinan Bank Indonesia.
www.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar